Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 287



Bab 287 Bibi perawat itu tidak pernah mengira akan bertemu dengan Harvey dalam situasi seperti ini. Harvey sedikit terkejut dan tidak menyangkal, “Ya, benar.”

Perawat itu terlihat berpikir, sepertinya dia melibatkan Selena. Dia buru—buru menjelaskan, “Anu, bukan Nona Selena yang memberitahuku, aku menebak-nebak sendiri, kok! Beberapa hari yang lalu kabar pertunangan Anda jadi gosip panas. Meskipun mata Nona Selena disensor, tetapi aku bisa

mengenalinya hanya dengan sekali lihat.”NôvelD(ram)a.ôrg owns this content.

“Apa kalian sudah menemukan Nona Selena?” tanya perawat itu sambil memelankan suaranya. Harvey tidak ingin membicarakan hal ini. “Dia pasti akan baik—baik saja.”

“Ya, Nona Selena pasti akan selamat, dia pasti akan baik—baik saja.”

Perawat itu mengusap air mata di wajahnya. “Tuan Harvey, silakan tanya saja apa pun yang ingin Tuan tanyakan. Aku akan memberitahu Tuan tentang apa pun yang berkaitan dengan Nona Selena.”

Sebenarnya ada banyak hal yang ingin Harvey katakan, tetapi entah mengapa saat ini tenggorokannya terasa seperti tercekat dan membuatnya terdiam dalam waktu yang lama.

“Apa Selena... tidak pernah membahas tentang diriku?” Akhirnya sebuah pertanyaan terlontar keluar.

Perawat itu menggelengkan kepalanya. “Nggak pernah. Nona Selena adalah orang yang keras kepala. Aku baru mengenalnya saat Tuan Arya mengalami kecelakaan. Waktu itu dia sangat sibuk di rumah sakit dengan perut besarnya. Aku melihat cincin yang ada di jarinya dan menyarankan agar dia memanggil suaminya untuk datang ke rumah sakit. Tapi, dia selalu menggelengkan kepalanya dan bilang kalau Anda sangat sibuk.”

“Kemudian Nona kehilangan bayinya. Saat itu, kondisinya sangat buruk. Biaya perawatan rumah sakit Tuan Arya juga sangat besar, sementara keadaan fisik Nona Selena juga sangat buruk. Demi membayar biaya rumah sakit Tuan Arya, Nona Selena harus melakukan beberapa pekerjaan sampingan sekaligus dengan susah payah.”

“Nona Selena benar—benar orang yang baik, meskipun sudah susah payah begitu, dia sama sekali nggak pernah mengurangi biayaku. Nggak peduli sesulit apa pun keadaannya, dia juga nggak pernah menjual cincinnya. Hingga sampai suatu hari dia melepas cincinnya dan aku menebak mungkin dia sudah cerai.”

“Dari awal hingga akhir, Nona Selena nggak pernah mengeluhkan pasangannya di depan siapa pun, nggak peduli betapa sulitnya dia. Tuan Harvey, aku baru tahu kalau Anda adalah suaminya lewat internet. Aku hanya penasaran akan satu hal.”

Perawat itu menatap Harvey tajam. “Kalau Anda memang nggak bisa memberinya waktu dan kebahagiaan, tapi kalau uang harusnya bisa, ‘kan? Tapi, Anda memberinya uang, nggak? Kalau memang nggak bisa memberikan apa—apa, memangnya harus ya menikah?”

112:

Harvey tersentak. Kali ini, seolah—olah ada yang menyiramkan air dingin padanya yang selama ini selalu hidup dengan angkuh.

“Kalau dilihat dari reaksi Tuan Harvey saat ini, saya tahu kalau nggak ada orang yang pernah mengatakan hal seperti ini kepada Anda. Saya hanya orang biasa yang melihat bagaimana Nona Selena bisa bertahan sendirian. Apa Anda tahu seberapa sulit dan berat setiap langkah yang dia ambil? Oh, bodohnya saya, Anda pasti sibuk dengan pacar baru Anda, mana mungkin Anda tahu?”

Perawat itu marah besar dan mengutuk semua tindakan Harvey selama beberapa tahun ini, “Nona Selena berasal dari keluarga baik—baik, cantik, dan memiliki sifat yang baik. Sama sekali nggak ada hal buruk yang ada pada dirinya. Bahkan jika dia menikahi orang biasa, dia juga nggak akan menderita sampai seperti ini. Apa Anda pernah datang dan menjenguk ayah mertua Anda sekali saja selama dua tahun ini? Ketika ayah mertua Anda menjalani operasi, Nona Selena sedang hamil besar dan kedinginan

saat menunggu sendirian di luar ruang operasi. Ada di manakah Anda waktu itu?”

Suara perawat itu jadi makin keras. “Sekarang Anda baru muncul saat Tuan Arya hilang dan Nona

Selena tak diketahui nasibnya. Sama seperti perumpamaan, Anda baru membelokkan mobil saat mobil menabrak, seperti Anda yang membeli saham saat harganya sedang tinggi, seperti Anda yang menyesal saat sudah dipenjara, seperti Anda yang mengusap ingus saat sudah mengalir ke mulut.”

Chandra yang ada di sana berdeham, “Bibi, tenang dulu, ya.”

“Tenang? Tenang bagaimana? Meskipun aku nggak punya hubungan apa pun dengan Nona Selena, aku merasa kasihan saat melihatnya berjuang selama dua tahun dan malah berakhir seperti ini. Sedangkan

laki-laki yang selama ini dia lindungi, malah membuatnya menderita. Apa lagi yang bisa diharapkan dari laki-laki seperti itu? Kenapa yang mati malah Nona Selena dan bukannya pria kejam dan tidak

berperasaan seperti Anda!”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.