Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 4



Ibu dari Selena, yaitu Maisha Osmond, pergi ketika Selena berusia delapan tahun. Hari itu adalah hari ulang tahun Arya. Selena pulang dengan penuh sukacita untuk mempersiapkan ulang tahun ayahnya, tetapi yang dia dapati justru surat cerai kedua orang tuanya.

Demi mengejar ibunya, Selena bahkan sampai terjatuh terguling dari tangga. Dia tidak menyadari sepatu yang sudah terlepas dari kakinya. Kemudian dia memeluk kaki Maisha dan terus menangis. “Ibu, jangan pergi!” serunya.

Wanita yang berpenampilan terhormat itu membelai pipi Selena yang lembut sambil berkata, “Maafkan Ibu.”

“Ibu, aku mendapat peringkat pertama di kelasku kali ini, bu belum melihat kertas ulanganku, itu perlu ditandatangani oleh orang tua.”

“Ibu, jangan tinggalkan aku. Aku tidak akan nakal. Aku berjanji tidak akan pergi ke taman bermain lagi, aku tidak akan membuatmu marah lagi, aku akan patuh, aku mohon ... ”

Selena mengungkapkan ketidakrelaannya dengan rasa panik. Dia berharap wanita itu akan tetap tinggal. Maisha hanya memberitahunya bahwa pernikahannya dengan ayahnya tidak bahagia. Sekarang dia telah menemukan kebahagiaan sejatinya.

Selena melihat seorang pria yang tidak dikenalnya membantu ibunya memasukkan koper ke dalam mobil, lalu mereka pergi bergandengan tangan.

Selena mengejar mereka hingga sejauh ratusan meter dengan kaki telanjang, sampai dia pun terjatuh dengan keras di atas tanah. Lutut dan telapak kakinya terluka. Selena hanya bisa memandangi kepergian mobil yang selamanya tidak bisa dikejarnya itu tanpa berdaya.

Pada saat itu, dia tidak mengerti. Setelah tumbuh dewasa, dia baru mengetahui bahwa ibunya telah ketahuan berselingkuh oleh ayahnya, sehingga ibunya pun langsung mengajukan perceraian dan pergi dari rumah tanpa membawa harta apa pun, termasuk dirinya.

Selena sangat membenci ibunya dan tidak pernah berhubungan selama lebih dari sepuluh tahun dengannya, Selana bahkan pernah berpikir untuk tidak menemui ibunya lagi seumur hidup ini.

Namun, takdir benar-benar konyol. Pada akhirnya, Selena masih harus tunduk di hadapan ibunya itu.

Tenggorokan Selena seperti tersumbat sesuatu. Dia berdiri di sana tanpa bergerak sama sekali. Maisha juga tahu apa yang dipikirkan Selena, sehingga dia berinisiatif untuk bangkit berdiri dan menarik putrinya untuk duduk di sampingnya.

“Aku tahu kamu membenciku. Saat itu kamu masih kecil, banyak hal yang tidak seperti yang kamu pikirkan. Ibu tidak bisa menjelaskannya padamu. ”

Maisha mengulurkan tangan dan membelai wajah putrinya sambil berkata, “Putriku sudah dewasa. Nak, Ibu akan tinggal di sini cukup lama pada kepulangan kali ini. Ibu tahu telah terjadi sesuatu pada Keluarga Bennett. Tapi tidak apa-apa, Ibu akan menjagamu dengan baik.”

Saat ini, Selena baru menyadari bahwa kebencian itu tiba-tiba terasa tidak berarti lagi saat terdengar kata “Ibu”. Selena pun memanggil dengan terbata-bata, “Ibu.”

“Anak baik, tinggallah di sini untuk makan malam. Selama ini Paman Calvin memperlakukan Ibu dengan sangat baik. Dia memiliki seorang putri yang dua tahun lebih tua dari kamu, sebentar lagi dia akan datang untuk makan malam dengan tunangannya, Ibu akan memperkenalkan kalian satu sama lain.”

Selena sama sekali tidak berniat untuk bergabung dengan keluarga baru ibunya, sehingga dia buru-buru menyela, “Ibu, kedatanganku kali ini semata-mata hanya karena masalah Ayah. Ibu tahu Keluarga Bennett sudah bangkrut, sekarang ayah sedang mengalami sakit jantung. Aku tidak punya uang untuk biaya operasi, bisakah Ibu membantuku? Aku berjanji akan mengembalikannya kepada Ibu nanti.”

Sebelum menjawabnya, Maisha mendengar suara yang tidak asing, “Nona Selena benar-benar kekurangan uang hingga harus datang dan meminta uang ke rumahku, ya.”

Mendengar suara ini Selena tampak seperti disambar petir. Dia menatap orang-orang yang muncul di depan pintu saat ini. Dia sungguh merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bukankah itu Agatha dan Harvey?

Nasib kembali mempermainkan dirinya, dia tidak menyangka ibunya telah menjadi ibu tiri Agatha!This text is © NôvelDrama/.Org.

Suami dan ibunya kini telah menjadi kerabatnya.

Sekarang kebetulan dia tertangkap basah oleh Agatha dan Harvey ketika hendak meminta uang kepada ibunya. Saat memandangi ekspresi Selena yang gelisah, Harvey hanya tetap bersikap tenang dan tidak bereaksi apa pun. “Uwaa uwaa uwaa ...”

Suara tangisan bayi memecah suasana yang canggung itu. Saat ini Selena memperhatikan kereta bayi kembar yang didorong oleh asisten rumah tangga.

Pada saat bayi itu baru mulai menangis, Harley sudah menggendong salah satu bayi itu dan membujuknya dengan terampil.

Pemadangan hangat dari keluarga yang beranggotakan empat orang itu bagaikan menusuk mata Selena. Seandainya masih hidup, mungkin anaknya saat ini juga sudah sebesar mereka.

Dia mulai menyesal mengapa dia mau datang ke sini. Dia merasa benar-benar malu, hatinya bagaikan tersayat-sayat.

Anehnya, hari ini anak itu tidak bisa berhenti menangis meskipun telah dibujuk dengan berbagai cara. Asisten rumah tangga pun buru-buru mengambilkan susu, tetapi anak itu malah menangis semakin hebat.

Harvey dengan sabar membujuk, “Anakku sayang, jangan menangis lagi, ya.”

Cara pria bertubuh tinggi dan gagah itu menggendong anak kecil sungguh menghangatkan hati. Dia terlihat lembut dan sabar, hingga membuat sebuah pemikiran tiba-tiba muncul di benak Selena.

Dia pun bangkit berdiri dan melangkah maju beberapa langkah ke depan Harley, kemudian meraih anak itu. Anehnya, Harley tidak menghentikannya. Yang lebih aneh lagi, saat digendong olehnya, anak itu berhenti menangis dan malah tersenyum.

Alis dan mata anak berusia hampir satu tahun itu terlihat sangat indah, bibir merah mudahnya melengkung ke atas. Anak itu pun tertawa sambil menggumamkan kata yang tidak begitu jelas, “Am... ma...”

Tangannya yang kecil dan putih itu dengan lembutnya mencoba meraih bola bulu di topi Selena. Ekspresi wajah anak itu tampak begitu ceria. Senyumannya yang begitu memesona itu membuat wajahnya terlihat mirip sekali dengan Harvey.

Hati Selena sepertinya telah ditikam oleh pisau. Keteguhan hatinya pun seakan hancur menjadi berkeping-keping.

Selena begitu naif berpikir bahwa Harvey mencintai dirinya. Harvey memperlakukannya dengan sangat baik selama tahun pertama pernikahan mereka.

Dalam mimpi di tengah malam, Harvey mengganggu Selena dengan bergumam pelan di telinganya, “Seli, lahirkanlah seorang anak untukku.”

Bagaimana mungkin Selena menolak memberikan apa yang diinginkan pria itu? Meskipun belum lulus kuliah, Selena pun tetap bertekad untuk hamil.

Pada saat ini, Selena baru menyadari, selama menjalin kasih dengan dirinya, Harvey sering kali bepergian ke luar negeri untuk urusan bisnis. Ternyata, pada setiap kepergiannya ke luar negeri, Harvey juga menjalin hubungan dengan wanita lain.

Lambung Selena pun bergejolak lagi. Selena melemparkan anak itu kepada Harvey, kemudian langsung berlari ke dalam toilet tanpa menoleh sama sekali. Setelah itu, Selena mengunci pintu toilet.

Dia belum makan apa pun. Yang dia muntahkan hanyalah cairan bercampur darah, tampak gumpalan-gumpalan besar darah berwarna merah terang yang seakan menusuk matanya.

Matanya berkaca-kaca dan berkedut tak bisa terkendali. “Bagus, bagus sekali,” ujarnya dalam hati.

“Pernikahan kita sejak awal ternyata hanya lelucon!” serunya lagi dalam hati.

Apa yang tidak dapat dipahaminya dulu, kini dia telah mendapatkan penjelasannya, ternyata semuanya sudah bisa terungkap sejak awal.

Mengapa pada saat yang mereka sama-sama jatuh ke dalam air, orang yang Harvey selamatkan adalah Agatha? Mengapa pada saat mereka sama-sama mengalami kelahiran prematur, Harvey malah menemani Agatha? Karena anak di dalam perut Agatha juga merupakan benih Harvey!

Setelah beberapa waktu, terdengar ada yang mengetuk pintu. “Selena, apakah kamu baik-baik saja?” Selena merapikan dirinya, lalu mencuci wajahnya dengan air bersih dan keluar dengan langkah terhuyung-huyung.

Maisha tidak tahu tentang hubungan dan konflik di antara mereka bertiga. Dia menarik Selena dan bertanya dengan perhatian, “Selena, apakah kamu merasa tidak enak badan?”

“Aku hanya jijik melihat kedua orang itu, muntah membuatku merasa lebih nyaman,” jawab Selena.

“Selana, kamu kenal dengan Agatha? Dia tinggal di luar negeri selama ini, apakah ada kesalahpahaman di antara kalian? Ini adalah Har ...”

Selena menyela kata-kata Maisha dengan ucapan yang dingin, “Aku tahu, Harvey, presiden direktur Grup Irwin, siapa yang tidak mengenalnya?”

“Ya, Tuan Harvey masih muda dan bertalenta, dia memiliki keberhasilan di usia yang begitu muda.”

“Tentu saja Tuan Harvey hebat. Belum selesai bercerai, dia sudah buru-buru ingin menikah lagi, bagaimana mungkin orang biasa memiliki keberanian sepertinya?”

Kalimat itu membuat Maisha menjadi bingung. “Selena, apa yang kamu katakan? Tuan Harvey bahkan belum menikah, bagaimana dia bisa bercerai?” tanya Maisha.

Selena tersenyum mengejek sambil berkata, “Jika dia belum menikah, lalu aku ini apa? Tuan Harvey, ayo beri tahu Ibu, aku ini kamu anggap sebagai apa?”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.